Minggu, 25 Agustus 2013

SUNNATULLAH KEHIDUPAN

Tradisi Atau Sunnatullah Dalam Kehidupan

Bahwa mengenal perjalanan sejarah Dien Al Islam yang ada didalam kitab-kitab Allah, merupakan satu-satunya cara mengenal Allah. Allah nya Adam, Allah nya Ibrahim, Allah nya para Nabi dan Rasul-rasul Allah. Kenapa mengenal Allah harus melalui sejarah atau harus mempelajari sejarah? Karena sejarah merupakan prilaku Allah atau Sunnatullah.

Banyak sekali ayat-ayat allah yang membicarakan tentang Sunnatullah, tetapi sedikit sekali orang yang memperhatikan tentang makna dari istilah Sunnah. Para ulama –keledai- telah membuat difinisi yang menyesatkan tentang istilah sunnah. Mereka mengatakan bahwa sunnah adalah salah satu hukum fiqih yang lima, dengan definisi bahwa sunnah adalah perbuatan rasul yang bersifat alternatif, boleh dilakukan boleh ditinggalkan. Perbuatan sunnah adalah perbuatan yang dilakukan oleh rasul, yang apabila perbuatan itu dilakukan oleh pengikutnya, maka pengikutnya akan mendapat pahala dan apabila perbuatan itu ditinggalkan, dia tidak berdosa.

Kesalahan Memahami Istilah Sunnah

Itulah akal iblis yang ingin menyesatkan ummat para nabi. Mereka ingin memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya. Kalau perintah Allah mereka katakan wajib tetapi kalau perintah Rasul-Nya mereka katakan sunnah. Inilah ajaran jahiliyah yang menyebabkan Allah terputus dengan Rasul-nya. Padahal kitab Allah mengatakan;

barangsiapa yang memisahkan antara Allah dan Rasul-Nya dengan mengatakan “ kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir kepada sebahagian yang lain”, mereka itulah sebenar-benarnya kafir. (QS. An-Nisa :150-151)

Sunnah bukan berarti sukarela, bahwa arti kata sunnah adalah karakter atau sifat, tradisi atau kebiasaan. Sunnatullah adalah karakter atau sifat Allah, Sunnatullah adalah tradisi atau kebiasaan Allah. Oleh sebab itu memahami Sunnatullah adalah jalan mengenal Allah.

Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu (QS. Al-Fath : 23)

Memahami Sunnatullah Untuk Memahami Allah

Ingat penjelasan para Nabi, bahwa mengenal Allah adalah jalan yang  paling utama bagi orang-orang yang mau beriman. Mengenal Allah adalah masalah yang utama sebelum mempelajari yang lain. Orang-orang agamis yang bodoh melarang manusia untuk mengenal Allah. Ahlul kitab Taurat, Injil dan Al-Qur’an memperkenalkan Allah dalam dimensi yang tidak sesuai dengan Allah nya para nabi dan rasul. Allah nya alam semesta alam dan Allah nya seluruh makhluq di muka bumi ini.

Mengenal Allah adalah jalan utama menuju keselamatan. Secara aqliyah (rasional) inilah cara mengabdi yang benar, yaitu kenali dahulu Allah. Bagaimana mungkin kita dapat mengabdi kepada suatu yang tidak kita kenal? Bagaimana mungkin seorang hamba dapat mengabdi kepada tuannya kalau dia tidak mengenali karakter atau sifat tuannya, tidak mengenal apa yang disenangi dan dibenci oleh tuannya. Bagaimana mungkin seoarang hamba akan diterima pengabdiannya oeleh tuan yang dia tidak kenal.

Amtsal Hubungan Tuan Dan Budak

Seorang budak yang mengabdi kepada tuan yang tidak dikenalnya, maka seluruh perbuatannya pasti akan ditolak dan pasti akan bertentangan dengan kehendak tuannya. Sebab pemikiran seorang budak tidak akan sama dengan pemikiran seorang tuan, ilmu seorang budak tidak akan sama dengan ilmu seorang tuan, demikian pula selera seorang budak tidak akan sama dengan selera seorang tuan. Tatkala seorang budak mengabdi berdasarkan pikiran dan ukuran-ukuran pribadinya, maka pasti seluruh pengabdiannya akan ditolak, dan dia akan terkena ghodob (murka) dari tuannya.

Secara rasional dalam kehidupan sehari-hari pasti demikian, dan tidak akan ada orang yang akan menyanggah pendapat ini. Ini adalah jalan pemikiran yang benar. Mengenal tuan bagi seorang budak adalah jalan utama agar pengabdiannya bisa diterima oleh tuannya. Maka mengertilah kita mengapa yang pertama-tama diajarkan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya adalah pengenalan tentang sifat-sifat Nya, sebagi langkah awal dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya itu.

Tidakkah para ahlul kitab membaca di dalam kitab-kitab mereka, cerita tentang Adam. Tatkala Adam akan dijadikan kholifah atau syahid-Nya di muka bumi, maka Allah mengajarkan kepada Adam tentang segala sifat-sifat-Nya. Yang dalam bahasa arab dikatakan –wa’allama Adamal asma a kullaha-, dan Allah mengajarkan Adam sifat-sifat dari segala sesuatu.

Inilah persyaratan bagi seorang kholifah , dia harus mengenal –asma- Allah. Asma adalah nama, nama adalah simbol atau alegoris dari sebuah sifat. Maka semua sifat-sifat Allah yang tersebut di dalam kitab-kitab Allah harus difahami oleh orang yang ditunjuk oleh Allah untuk mewakili Nya, sesuai dengan kedudukannya sebagai -tangan kanan- Allah dimuka bumi.

Begitulah seluruh nabi dan rasul Allah ajarkan, dan begitu juga sepanjang zaman  sunnah itu berlaku  seterusnya sampai kapanpun. Pada masa-masa tertentu Allah akan mewahyukan kembali kepada orang yang dikehendaki Nya tentang –asma a kulaha- tentang segala sifat-sifat Nya, tentang segala prilaku dan karakter-Nya, tentang sunnah-Nya.

Sunnatullah Tidak Pernah Berubah Atau Berganti

Seperti yang tertulis di dalam kitab-kitab Allah bahwasannya Sunnatullah itu tidak pernah berubah dan tidak pernah berrganti. Dia berjalan terus mengarungi ruang dan waktu. (QS. Al-Fath : 23)
Karena Allah adalah Al-Haq atau kebenaran, maka segala ketetapan hukum atau –Dien- Nya tidak akan pernah ada peerubahan, sebab bagaimana mungkin kebenaran itu berganti-ganti.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar-Rum : 30)

Sunnatullah terjadi pada dua alam, yaitu dalam alam akwan dan alam insan. Sunnatullah alam insan terbagi menjadi dua, yaitu insan yang disebelah kanan (ashhabul yamin) dan insan yang berada disebelah kiri (ashhabul syimal). Karena sunnatullah tidak pernah mengalami perubahan dan pergantian, maka sunnatullah akan berlaku sama dari waktu ke waktu terhadap dua bentuk peradaban manusia tersebut. Yaitu Insan yang berada disebelah kanan dan insan yang berada kanan (ashhabul yamin) dan insan yang berada disebelah kiri (ashhabul syimal). Dari uraian yang singkat ini, maka mengertilah kita bahwa wujud atau zhahir daripada Sunnatullah itu ada di dalam peradaban manusia yang berlaku sepanjang sejarah.

Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).(QS. Ali’ Imran : 137)

Segala Sesuatu Selalu Bekesepasangan (Ajwaj)

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (QS. Yasin : 36)

Sunntullah dalam garis besar adalah pergantian antara sesuatu yang berkesepasangan. Sunnatullah pada alam akwan digambarkan dengan pergantian antara malam dan siang atau pergantian antara gelap dan terang. Alam tidak selalu malam dan alam tidak selalu siang, maka sunnatullah kehidupan alam akwan adalah rotasi atau pergantian antara malam dan siang.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS. Ali’ Imran)

Pada alam insan atau peradaban manusia, malam adalah sebagai bentuk amtsal dari kondisi dzulumat, dimana nur Allah tidak bersinar, yaitu tidak berlakunya hukum Allah dalam kehidupan ummat manusia. Siang adalah sebagai bentuk amtsal tatkala nur Allah sedang bersinar, artinya hukum Allah sedang berlaku dalam kehidupan ummat manusia. Dalam perjalanan sejara manusia, terkadang mereka berada dalam kondisi dzulumat, dan terkadang manusia berada dalam kondisi nur. Kemudian kondisi nur berubah menjadi dzulumat, lalu kondisi dzulumat berubah lagi menjadi nur. Begitulah seterusnya perjalanan Sunnatullah kehidupan alam insan.

Mengenal Allah Adalah Iman Yang Utama

Mengenal Allah adalah jalan utama dari shirothol mustaqim. Mengenal Allah adalah mengenal Sunnatullah. Mengenal sejarah adalah jalan utama. Bagaikan akar tunggang dari sebuah pohon, kalau akar itu tidak ada, maka pohon itu tidak akan tumbuh dengan baik apalagi berbuah. Tatkala orang tidak mengenal Allah, maka imannya pastilah sesat.

Mengenal Allah harus melalui kitab-kitab Allah yang bercerita tentang prilaku Allah terhadap ummat manusia sepanjang sejarah perjalanan manusia yang dimulai dari Adam hingga kini. Maka tatkala kita minta ditunjuki shirothol mustaqim, seperti yang diceritakan di dalam kitab-kitab Allah itu. Allah menjawabnya dengan –an’amta alihim-. Memang singkat jawabannya, tetapi pada hari ini tidak ada satu manusiapun yang faham makna ayat ini.

Walaupun manusia hari ini berdoa minta ditunjuki shirothol mustaqim, tetapi ucapannya itu tidak ditujukan kepada Allah Robbul ‘alamin, ucapannya itu ditujukan kepada Allah menurut ciptaan mereka sendiri, Allah menurut gambaran hawa nafsunya. Biasanya orang yang berdoa minta ditunjuki shirothol mustaqim, maka yang dimaksudnya adalah jalan yang memuaskan dirinya, jalan yang menjamin kehidupan materilnya, jalan yang sedang dikejar oleh keinginan nafsunya.

Persoalan Shirothol musaqim

Padahal persoalan shirothol mustaqim bukanlah persoalan kepentingan pribadi. Persoalan shirothol mustaqim itu adalah persoalan –iyya Ka na’budu wa iyya Ka nasta’in- yaitu persoalan bagaiman cara mengabdi kepada Allah dengan benar agar Allah ridho kepadanya. Agar menjadi ummat yang terhormat di mata dunia dan berada diatas bangsa-bangsa, sehingga dapat menjalankan segala apa yang Allah perintahkan kepadanya. Sebab mereka tidak dapat menjalankan amanat Allah untuk mentegakan keadilan tatkala mereka ditindas oleh kekuasaan bangsa-bangsa.

Kemudian mereka berdoa agar mereka diberikan jalan keluar dari keterpurukan, terlepas dari kekuasaan dan penindasan bangsa-bangsa musyrik. Sebab bukankah mereka dahulu adalah ummat kesayangan Allah dan ummat yang dihormati oleh bangsa-bangsa? Demikianlah doa dari hamba-hamba Allah yang hanif.

Ibrahim adalah salah satu hamba Allah yang hanif, tatkala dia diusir dari Babilonia, dia pergi ke Kanaan, kemudian dia pergi ke Mesir, untuk mengembangkan da’wah. Ibrahim tidak berputus asa walaupun dia belum menemukan jalan bagaimana agar bisa menjadi kholifah dalam sebuah -daar- ssehingga dia dapat mengabdi kepada Allah tanpa rasa takut. Demikian pula dengan Musa, tidak pernah berputus asa walaupun dia ditindas oleh Fir’aun. Karena selama menjadi budak Fir’aun mereka tidak bisa menjadi ummat kesanyangan Allah, mereka berdoa –ihdina shirothol mustaqim-.

Hanya ada satu jalan menuju ridho Allah yaitu shirothol mustaqim. Jalan nya orng-orang yang telah Allah berikan nikmat atas mereka, jalannya para nabi dan rasul Allah. Selain daripada jalan itu adalah jalan –ghodob wa dholin- yaitu jalan yang dimurkai dan jalan kesesatan.
Mengenal Sunnatullah Melalui Sejarah

Mengenal Allah adalah jalan utama dari shirothol mustaqim. Mengenal Allah adalah mengenal Sunnatullah. Maka fahamilah bagaimana Sunnatullah berlangsung dari zaman ke zaman. Oleh karena itu mempelajari sejarah adalah jalan untuk mengenal Allah, karena sejarah adalah Sunnatullah.

Dengan mempelajari sejarah para nabi dan rasul yang terdapat di dalam kitab-kitab Allah kita dapat mengenal Allah. Dengan mengenal Allah kita dapat menyesuaikan ibadah kita dengan selera Allah. Dengan mengenal Allah kita dapat menyesuaikan langkah-langkah kita detik demi detik menggenapi ayat Allah.

Kehidupan Alam Semesta Sebagai Rancangan Pasti Allah

Salah satu prinsip Sunnatullah yang terkenal di dalam Al-Kitab adalah, bahwa Allah sebagai Robbul ‘alamin sebelum menciptakan alam semsta ini, telah membuat terlebih dahulu –blueprint- atau ketetapan-ketetapan di dalam kitab Nya. Seperti halnya seorang insinyur yang akan membuat rumah, sebelum ruamh itu dikerjakan, maka seluruh persiapan dan rencana-rencananya sampai yang sekecil-kecilnya telah tertuang terlebih dahulu di dalam perencanaannya.

Begitu pula Allah, sebelum Dia menciptakan  alam semsta dan kehidupan manusia ini, Dia telah menciptakan segala sesuatunya. Allah mempunyai kehendak atau –irodah- dalam dia menciptakan alam semsesta dan kehidupan manusia ini. Kat-kat kehendak menunjukan niat, keinginan atau rencana. Maka tatkala Dia ingin mewujudkan kehendak-Nya itu, dia Cuma berkata “kun fa yakun” ini menggambarkan bahwa segala kehendak Allah sebelumnya, tatkala sudah sampai saatnya maka segala kehendak Nya itu pasti terwujud. Tidak ada iradah Allah yang tidak terwujud.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. Al-Hadiid : 22-23)


Tidak Ada Yang Kebetulan Dalam Hidup Ini

Allah melakukan apa yang diinginkan Nya. Dalam menetapkan irodah atau keinginan Nya itu, dia tidak terikat oleh sesuatupun karena Dia Maha Kuasa. Semua ketetapan Nya tidak ada yang tidak terwujud, dengan kata lain hidup ini baik alam akwan maupun alam insan, segala tingkah laku manusia baik yang mu’min maupun yang kafir semuanya adalah –kun- dari irodah Allah, atau penggenapan dari rencana-rencana Allah. Jadi tidak ada yang bersifat kebetulan dalam hidup ini. Hanya orang bodoh yang mengatakan bahwa sesuatu itu terjadi secara kebetulan, lepas dari kekuasaan Allah.

Inilah Aqidah yang benar. Bahwa apapun yang kita lihat semanya itu merupakan wajah Allah, prilaku Allah, atau perwujudan dari kehendak Allah. Baik alam akwan maupun alam insan, yang mu’min maupun yang kafir semuanya itu adalah zhohirnya kehendak Allah. Cuma orang yang tidak melihat Allah secara tauhid, yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian yang ada pada alam akwan maupun alam insan itu adalah suatu kebetulan atau perbuatan yang lepas dari irodah Allah.

Memang sementara waktu bisa saja manusia merusak alam, tetapi alam akan kembali lagi kepada titik mizannya. Memang sementara waktu bisa saja manusia merusak tatanan Dien Allah yang tauhid itu, tetapi semuanya akan kembali lagi kepada Allah. Kembali kepada Allah adalah kembali kepada Sunnatullah. Inilah sebenarnya makna daripada Allah Robbul ‘alamin.


Menyesuaikan Hidup Dengan Sunnatullah

Dengan adanya sunnatullah yang berlaku tetap dalam kehidupan ini, maka kita bisa menyesuaikan hidup kita dengan perjalanan Sunnatullah. Karena kita tahu bahwa kehidupan ini adalah pergantian antara zhulumat dan nur, pergantian antara malam dan siang. Allah menjadikan malam untuk beristirahat dan menjadikan siang untuk mencari kehidupan.

Tatkala muncul pembawa risalah Tuhan yang akan mentegakan Dien Allah dan akan memberlakukan hukum-hukum Allah di muka bumi, maka jadilah orang yang terdepan untuk mendukung pembawa risalah Tuhan itu. Demikian pula tatkala apa yang telah dibangun oleh pembawa risalah Tuhan telah berubah lagi menjadi zhulumat, maka jadilah orang yang terdepan untuk meninggalkan kezhulumatan itu. Itulah orang-orang yang diridhoi oleh Tuhan, yaitu orang-orang yang bisa menyesuaikan dirinya dengan irama kehidupan.

Mengenal Allah adalah jalan yang utama apabila kita berjalan di shirothol mustaqim. Mengenal Allah adalah mengenal akan prilaku Allah di dalam alam akwan dan kehidupan manusia. Maka mengenal sejarah kehidupan manusia adalah ilmu yang paling dasar bagi setiap misi kenabian dan kerasulan. Oleh karena itu illmu yang paling uatam diberikan kepada para nabi dan rasul adalah mengenal sejarah.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS. Yusuf : 111)

Nabi Sebagai Juru Bicara Allah

Kebiasaan Allah di dalam melaksanakan sunnah Nya terhdap kehidupan manusia, adalah Dia berhubungan dengan seorang Nabi. Kemudian Dia mengutus nabi itu dalam rangka Dia ingin berbicara kepada seluruh ummat manusia. Maka dikatakan di dalam Al-kitab bahwa nabi itu adalah juru bicara Allah, firman Allah ada di bibir para nabi.

Allah memberitahukan tentang rencan-rencana pasti Nya di dalam kehidupan semesta alam ini kepada para nabi. Kemudiann para nabi bernubuah tentang rencan-rencana pasti Allah itu kepada ummat manusia. Maka tatkala apa yang di nubuahkan itu akan muncul, datanglah –nabiyan wa rosulan- yaitu seorang nabi yang juga seorang rasul.

Seorang nabi hanya bernubuah tentang akan terjadinya sesuatu di masa depan. Tetapi seorang rasul bukan saja bernubuah, dia juga memberikan peringatan dan kabar gembira kepada suatu kaum dimana dia diutus oleh Allah.


Mempelajari Sejarah Bani Israil Adalah Jalan Untuk Mengenal Allah

Pahamlah bagaimana sunnatullah ini berlangsung dari zaman ke zaman. Didalam kitab-kitab Allah, baik itu Taurat, Injil maupun Al-Qur’an semuanya berbicara tentang sunnatullah yang berlangsung pada Bani Israil. Maka tatkala kita tidak mengerti Sunnatullah yang berlangsung pada Bani Israil, tidak mungkin kita dapat mengenal Allah. Mempelajari sejarah Bani Israil adalahjalan untuk mengenal Allah.
Kesesatan orang baik di kalangan Yahudi, Nashrani maupun Islam agamis adalah tatkala mereka tidak memahami sejarah Bani Israil, dan nubuah-nubuah yang ada di dalam kitab sucinya. Banyak Ahlul Kitab yang dicerca Allah sebagai Ahlul Kitab Himar (keledai), yaitu pengemban dan penanggungjawab daripada kitab Allah, yang mengaku sebagi Al-Ulama tetapi mereka tidak faham akan kitab  sucinya. Mereka seperti keledai yang memikul kitab, keledai adalah binatang yang paling bodoh, dia tidak tahu kitab apa yang diembannya. Itulah kutukan Allah kepada para pengemban kitab yang tidak konsisten dengan kitabnya.

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim (QS. Al-Jumu’ah : 5)


Pembawa Misi Al Qur’an Harus Mengerti Sejarah Bani Israil

Agar kita jangan sampai menjadi ‘Ulama Himar yang tidak tahu akan kitab, maka wajiblah kita mempelajari dan memahami kitab-kitab Allah baik itu Taurat, Injil maupun Al-Qur’an.

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu." Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu (QS. Al-Maidah : 68)

Dimana kita memandang bahwa Al-Qur’an adalah judge- atau hakim yang akan menjadi tolak ukur, atau batu ujian bagi kitab-kitab sebelumnya, yang akan menyeleksi mana dari ayat-ayat Taurat dan Injil yang masih murni dan benar.

Kita harus mampu berbicara, menjelaskan kepada dunia tentang perjalanan Bani Israil dari mulai Ibrahimm sampai Isa menurut visi Al-Qur’an dengan tanpa mengabaikan catatan-catatan sejarah Nabi Ibrahim dengan seluruh keturunannya yang dibuat oleh penulis-penulis tauratdan Injil. Amatlah janggal bila orang membawa misi Al-Qur’an tetapi tidak mengerti sejarah Bani Israil karena seluruh cerita yang ada di dalam Al-Qur’an sebahagian besar adalah tentang serjarah Bani Israil.

Sejarah Bani Israil Dari Politik Atau Kekuasaan

Kita harus melihat sejarah Bani Israil dari sisi politik kareana ini menyangkut masalah kekuasaan atau masalah khilafah. Jangan melihat dari kacamata moral atau ritus yang tidak bermakna. Dengan cara pandang yang benar, barulah kita bisa menafsirkan kitab suci dengan benar. Tatkala kita salah memandangnyam maka kita akan tersesat jauh dari makna yang sesungguhnya.

Para penjajah bersama-sama dengan Ahlul Kitab Himar telah merubah sejarah Bani Israil dalam bentuk mistis-mistis yang tidak aktual sehingga semua cerita-cerita nabi dan rasul Bani Israil itu tidak bisa diuswah (diteladani). Tatkala orang melihat perjalanan nabi dan rasul bani Israil itu bukan dari kacamata Khilafah, berarti mereka telah berhasil menyesatkan dunia

Tersesatnya orang-orang Nashrani disebabkan karena mereka telah termakan oleh tipu daya Iblis yang telah merubah kitab sucinya. Mereka mengatakan bahwa kitab suci adalah suatu yang harus diimani berdasarkan –faith- keyakinan atau kepercayaan, bukan berdasarkan rasional. Dan biasanya kalau sudah menjadi keyakinan atau kepercayaan, maka sulit untuk membangun dimensiyang baru, karena mereka beranggap bahwa dasar keyakinan dan kepercayaannya itu ada tertulis di dalam kitab

Penjajah Dan Ahlul Kitab Himar, Iblis Penyesat Manusia

Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
(QS. Shaad :82)

Dengan adanya aksioma ini maka terbukalah kesempatan bagi penjajah untuk menyesatkan orang dari kitab sucinya. Dan dari sini pula Iblis bermain. Maka cara yang paling efektif untuk menhancurkan ummat adalah dengan masuk ke dalam kitab sucinya. Baik dengan mengganti ayat-ayatnya maupunmemberikan makna yang berbeda dari tafsir dan ta’wilnya. Tentu saja semua program penyelewengan ini tidak bisa dilakukan tanpa dikawal oleh kekuasaan dan tanpa didukung oleh kekuatan. Artinya apabila ada orang yang mengartikan atau memiliki kitab suci yang berbeda dengan yang dilegalisiir oleh penguasa, maka orang itu harus dibunuh dan dirampas karya tulisnya.

Mereka berusaha untuk memadamkan cahaya Allah dengan karya-karya mereka, tetapi Allah Robbul ‘alamin tidak akan membiarkan mereka begitu saja, karena pada saatnya Allah akan memnyempurnakan cahaya-Nya walaupun mereka terus berusaha memadamkannya. Inilah pergelutan sejarah yang terjadi sepanjang masa karena ini sebuah keharusan, inilah Sunatullah.


Oleh karena itu bila kita mau berpikir jujur, jernih, murni dan kritis terhadap perjalanan sejarah Bani Israil, maka dengan mudah kita dapat mengatakan bahwa peranan penjajah Romawi dalam memutarbalikan fakta sejarah perjalanan para pembawa risalah, sangatlah besar.