Sabtu, 06 Oktober 2012

PENCIPTAAN MANUSIA SAMA DENGAN KEBANGKITAN UMAT


anaqimuddin:
Sumber:  Harian Terbit  Tanggal:  27 Jan 2007 Oleh Mahful Muis SAg, MA

SATU hal yang menjadi tema perdebatan keagamaan hingga saat ini adalah masalah seputar penciptaan manusia. Dalam doktrin agamis, Yahudi-Nasrani-Islam, diakidahi ada tiga manusia 'ajaib' yang tercipta di luar sistem sunnatullah penciptaan manusia pada umumnya, yaitu Adam yang lahir tanpa orang tua sekaligus dianggap sebagai manusia pertama (meski menurut hemat penulis, hal ini masih debatable hingga kini karena tidak terbukti secara wahyu dan sains). Kedua, Hawa seorang perempuan yang terlahir dari tulang rusuk laki-laki (Kejadian 2:21) dan ketiga, Isa ibnu Maryam yang terlahir tanpa seorang bapak.

Allah sebagai Sang Pencipta dan Manajer alam semesta telah menegaskan dalam Al-Quran surat Fathir (35) ayat 44 dan surat Ar- Rum (30) ayat 30, bahwa sunnatullah (sistem hidup dan kehidupan) dan hukum penciptaan tidak pernah berubah. Ingat, sistem penciptaan manusia adalah bagian dari sunnatullah tersebut. Lalu pertanyaannya, mungkinkah Allah akan merubah hukum yang telah ditetapkan-Nya dalam mencipta Adam, Hawa dan Isa ibnu Maryam? Terkait dengan ini, penulis ingin menyoal hal ini secara ringkas dalam perspektif sains dan wahyu hingga kaitannya dengan manhaj kebangkitan khilafah Islam.


Lima ayat pertama dari surat Al-'Alaq (96) --yang diyakini mayoritas ulama sebagai lima ayat paling pertama turun kepada Muhammad-- sudah mengisyaratkan adanya hukum kehidupan (sunnatullah) proses penciptaan pada setiap manusia, tanpa kecuali. Pada ayat kedua dikatakan, "Dia telah mencipta manusia dari 'alaq; sejak melekat; bergantung". Mayoritas ulama menafsirkan kata 'alaq dengan segumpal darah yang beku (al-dam al-jamid; the clot). M Quraish Shihab (1995: 57) menerangkan, ada tiga periode dalam proses kejadian manusia menurut embriologi; periode ovum (menurut Al-Quran tahap nuthfah dan 'alaqah), periode embrio (tahap mudhghah), dan periode foetus (tahap izhaman dan lahman).

Dari segi bahasa maupun sunnatullah pada embriologi, penafsiran 'alaq tersebut tidak aktual. Yaitu proses bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) untuk saling melekat (implantasi), ketergantungan antarkedua sel tersebut, yang menentukan hamilnya seorang ibu. Menurut sains, seperti ditulis Achmad Baiquni (1997:185-202) menjelaskan, sel terdiri dari plasma sel dan inti sel yang berada di tengahnya. Plasma tersebut berisi organel-organel seperti ribosom, mitokondria, dan lisosom. Di dalam inti sel terdapat kromoson-kromoson yang tersusun dari banyak gen yang berbentuk untai dobel yang saling melilit.

Para ilmuwan, sudah sejak lama meyakini bahwa suatu sel membelah menjadi dua. Proses fitrah; pembelahan itu didahului oleh pembelahan kromoson dan kemudian inti sel terbelah menjadi dua membawa kromoson masing-masing yang diikuti pembelahan oleh seluruh sel. Gen-gen dalam kromoson itu mengendalikan sifat-sifat makhluk yang mengandungnya, misalnya, warna dan bentuk rambut, warna mata, dan sebagainya. Berdasar fakta ilmiah tersebut, sangatlah ironi bila ada doktrin agamis Islam di kalangan ibu-ibu hamil agar sering membaca surat Yusuf dan Maryam jika ingin melahirkan anak yang ganteng dan cantik (secara biologis), meski gen orang tuanya tidak mendukung hal itu.

DIGUNAKANNYA kata 'alaq atau 'alaqah dalam proses penciptaan manusia adalah saat di mana nuthfah (sperma laki-laki) sudah masuk ke dalam ovum. Sel telur kemudian dibuahi pada dinding rahim. Kepastian terjadinya proses kehamilan dimulai dari terjadinya pelekatan atau menempelnya sel telur yang telah dibuahi itu pada dinding rahim ibu. Jika penempelan ini lepas, yang terjadi adalah menstruasi atau keguguran.

Pada ayat tersebut dinyatakan bahwa awal penciptaan itu disebutkan dari tahap 'alaqah untuk menekankan detik yang menentukan dari proses terciptanya manusia. Hal ini juga mengisyaratkan ketergantungan manusia kepada ibunya. Ibunyalah yang dijadikan sarana (syarat) oleh Allah Swt di dalam Dia mencipta setiap manusia, tidak terkecuali Adam as dan Isa al-Masih. Oleh sementara ulama-Yahudi, Nashrani dan Islam-berpendapat bahwa penciptaan manusia pertama terjadi di alam surga dengan proses yang sangat irasional dan tidak sesuai dengan sunnatullah. Di antaranya, al-Jubaa'i, seperti dikutip Fakhr al- Razi dalam Tafsir al-Kabir, (Jilid I, 1990:452), yang mengatakan bahwa manusia diciptakan di surga yang terletak di langit ke tujuh (di luar planet bumi) sebelum diturunkan ke bumi. Pendapat ini tidak sejalan dengan sains karena makhluq biologis menuntut syarat tertentu untuk dapat bertahan hidup. Dari semenjak awal proses penciptaannya, manusia belum pernah punah, dari segi ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan makhluk biologis -manusia- belum pernah mengalami transformasi dari planet lain (semacam surga) ke planet bumi.

 Pada beberapa ayat lainnya, Allah menegaskan bahwa penciptaan manusia berasal dari air (QS Al-Anbiya' (21): 30; An-Nur (24): 45; Al-Furqan (25): 54). Dikatakan dari air karena memang kehidupan manusia ini bisa tumbuh dan berkembang bagaikan tumbuhan (QS Nuh (71): 17-18) disebabkan adanya air. Dunia sains membuktikan bahwa seluruh makhluk biologis membutuhkan air. Hanya pada planet yang memiliki cadangan air saja yang memungkinkan untuk dihuni oleh manusia.

Pada ayat yang lain disebutkan bahwa penciptaan manusia berasal dari tanah seperti dalam surat Al-'An'am (6):2. Tanah adalah unsur terpenting dari bumi yang di dalam tanah terdapat unsur yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Hewan dan tumbuhan yang dikonsumsi oleh manusia adalah tumbuh dan hidup dari tanah. Dari hasil makanan yang dikonsumsinya, kemudian laki-laki memproduksi sprema (nuthfah) sebagai bahan utama penciptaan. Karenanya, manusia dikatakan tercipta dari tanah, seperti halnya Nabi Adam dan Isa al-Masih. "Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti penciptaan Adam, Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah, maka jadilah dia." (QS Ali 'Imran (3): 59). Untuk lebih memahami maksud 'dari tanah' pada ayat ini, kita harus memakai ayat bantu lainnya yang secara lebih terinci melukiskan proses sunnatullah penciptaan manusia --seperti Adam dan Isa-- tersebut. Misalnya, yang disebutkan secara rinci dalam surat Al-Mu'minun (23): 12-14 dan surat Al-Hajj (22) ayat 5.

Dengan demikian, penciptaan manusia yang disebutkan dari tanah, air, saripati tanah, sperma, dan 'alaqah bukanlah sesuatu yang kontradiktif atau ingin membatalkan satu ayat dengan yang lainnya, tetapi merupakan sebuah rangkaian dari proses penciptaan manusia itu sendiri yang disebutkan terpisah karena disesuaikan dengan konteks permasalahan yang dibicarakan saat ayat itu diturunkan.


Manhaj bagi kebangkitan khilafah

SECARA sunnatullah (hukum kehidupan), proses penciptaan manusia selalu melalui enam tahapan (sittati ayyam) penciptaan, seperti yang difirmankan dalam surat Al-Mu'minun (23): 12-14; "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah, lalu 'alaqah itu kami jadikan embrio, dan embrio  itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluq yang berbentuk lain (bayi). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik." Penegasan yang sama Allah sebutkan dalam surat Al-Hajj (22) ayat 5. Ringkasnya, proses sittati ayyam penciptaan manusia dimulai dari nuthfah (sperma), kemudian ber-'alaqah, berkembang menjadi mudhghah (embrio), lalu diberi 'izhaman (tulang belulang rawan), kemudian diberi lahman (daging), dan pada tahap keenam sempurnalah menjadi khalqan akhar (thiflan: bayi).  
Di samping bahasan soal proses sunnatullah penciptaan manusia tersebut, hal yang tak kalah pentingnya untuk dikaji adalah apa nilai (petunjuk) wahyunya terhadap tugas utama kerasulan Muhammad untuk memenangkan din al-Islam (QS Ash-Shaff (61): 9; Asy- yuura (42): 13), dalam wujud menjadi khalifah (penguasa politis) di muka bumi. Yang pasti Allah mengajarkan hal itu kepada Muhammad SAW --dan tentunya kepada kita hari ini-- bukan agar dia menjadi juru bersalin atau ahli kandungan. Ingat, fungsi dasar dari Al-Quran adalah sebagai petunjuk jalan keselamatan bagi seluruh manusia. Ayat ini pun pasti dijadikan petunjuk oleh Rasulullah Muhammad di dalam memenangkan hukum Islam dari segala sistem hukum buatan manusia. Memimpin umat sampai kepada fajar kebangkitan khilafah Islam. Sebagai petunjuk di dalam 'mencipta' kondisi jannah; Madiinah al-Munawwarah di mana hukum Allah dijadikan sebagai satu-satunya sumber hukum hidup dan kehidupan.

Apa hubungan proses sittati ayyam penciptaan manusia tersebut dengan tugas Muhammad sebagai rasul dalam memenangkan din Islam? Penegasan kelahiran atau kebangkitan umat Islam (sebagai sunnatullah suksesi peradaban dunia) berlangsung seperti proses kelahiran manusia, seperti termaktub di dalam surat Luqman (31) ayat 28; "Maa khalqukum wa laa ba'tsukum illaa ka nafsin waahidatin inna Allaha Samii'un Bashiir; Penciptaan dan kebangkitan kamu sekalian itu tak ubahnya seperti cerita Allah menciptakan satu diri, sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat."

Mayoritas mufassir menafsirkan ayat ini, bahwa menciptakan dan membangkitkan manusia dari kubur pada hari kiamat adalah hal yang mudah bagi Allah. Namun penulis melihat ayat ini sebagai isyarat wahyu tentang kunci kebangkitan kembali khilafah Islam di dunia (bukan di hari kiamat), karena Allah menggunakan kata 'kum; kamu sekalian' bukan tiap-tiap manusia. Nilai wahyu yang dikandung dari ayat ini adalah, bahwa proses (tahapan) tentang penciptaan manusia itu adalah sebuah sunnah, yang harus diaktualisasikan dalam menciptakan atau membangkitkan kembali kamu sekalian (orang-orang mu'min) sebagai sebuah komunitas umat (bangsa) yang nanti akan menjadi 'dewasa'. Tegasnya, proses kejadian dan kebangkitan 'kum'; kalian (sebagai umat; bangsa yang beradab dan berdaulat) tak ubahnya seperti proses Allah menciptakan manusia dari suatu zat yang sangat sederhana.

'IBRAH (pelajaran) wahyu ini dapat dibuktikan dari perjalanan jihad Rasulullah Muhammad dalam menegakkan din Allah, dari periode Makkiyah hingga periode Madaniyah. Tegasnya, proses kejadian/penciptaan manusia yang berlangsung tahap demi tahap secara sistematis, yaitu enam tahapan (sittati ayyam) penciptaan, seperti tahapan dalam proses perjalanan dakwah dan jihad para Rasul Allah untuk menegakkan kembali Darussalam (Yerusalem), yakni:
1. Dari shulalah bermutasi menjadi nuthfah (tahap dakwah secara sirr);
2. Dari nuthfah berubah menjadi 'alaqah (tahap dakwah secara jahr);
3. Dari 'alaqah berkembang menjadi mudhghah (tahap hijrah);
4. Mudhghah diberi kerangka 'izhaman (periode qital; jihad);
5. Setelah adanya 'izhaman dibalut dengan lahman (futuh Makkah); dan
6. Setelah perkembangan lahman selesai, dia berubah menjadi khalqan akhar/thiflan (khalifah fil ardh; Tegaknya Darussalam/Yerusalem; Madinah al- Munawwarah).
Organisasi tubuh manusia merupakan satu kerangka struktur yang terbaik. Allah menyatakan, "La qad khalaqnaa al-insaana fΠahsani taqwiim". Oleh sebab itu, adalah wajar dan rasional jika dijadikan patron berorganisasi (manajemen ber-dawlah) oleh Rasulullah. Sistem kerja fisik tubuh manusia merupakan contoh terbaik dari sistem sosial. Kehidupan suatu organisasi negara, sadar atau tidak sadar meniru sistem ini. Dengan demikian, Al-Quran menjelaskan sunnatullah sebagai hal yang terukur, terarah dan pasti. Dengan sangat menyesal penulis tidak dapat membahas konsep sittati ayyam secara utuh saat ini. Sebaiknya masalah ini didiskusikan dalam satu tulisan tersendiri.
Demikianlah 'ibrah (uswatun hasanah); pelajaran penting yang harus dicerdasi dan diikuti oleh para aktivis Islam sebagai manhaj dalam menegakkan kembali sistem khilafah (Madinah). Bukan dengan cara berteriak-teriak di jalan sambil menggelar spanduk atau terus berdakwah tanpa visi dan misi yang jelas dan haq. Ingat! Sunnah perjuangan dakwah dan jihad Rasul ini adalah paten, tak bisa ditawar-tawar. Jika Anda ingin ber-uswah pada perjuangan Rasulullah dan ingin berhasil dalam perjuangan tersebut, maka ittiba' kepada Rasul pun harus secara totalitas. Para aktivis dakwah dan jihad sering kali menjadikan perbedaan zaman sebagai alasan untuk tidak ber-uswah secara totalitas kepada para Rasul Allah.

Ringkasnya, segala bentuk manhaj atau harakah apa pun yang nampak di permukaan hari ini tidak akan pernah berhasil dengan aman dan sukses sampai ke titik tujuan, bilamana tidak mengikuti sunnah Rasul di atas. Saran penulis, lebih baik perjuangan tersebut mundur dan mulai lagi dari fase awal Makkiyah - dengan dakwah secara sirr (selektif), ketimbang memaksa terus maju tanpa menuai hasil yang pasti. Ini adalah salah satu jawaban Allah kenapa perjuangan umat Islam di seluruh belahan dunia, hingga hari ini terus mengalami kegagalan demi kegagalan, tidak diridai dan didukung oleh Allah. Bukankah jika perjuangan itu betul-betul haq untuk kepentingan Allah, bukan untuk kepentingan terselubung dari sujektivitas para elit, kelompok atau bangsa ('ashabiyah), maka wajib bagi-Nya menolong orang-orang mukmin (QS Yunus (10):103; surat Ar-Rum (30):47;dan surat Muhammad (47):7). Atau boleh jadi keberimanan Anda yang harus dipertanyakan kebenarannya???
Sudah saatnya kita bercermin dari kegagalan-kegagalan para pendahulu yang berjuang untuk kebangkitan Islam, karena tidak belajar dari sunnatullah dan sunnah Rasul (sittati ayyam) sebagai manhaj perjuangan (dakwah dan jihad). Mulai dari seorang diri, Muhammad kemudian berdakwah secara sirr kemudian jahr, akhirnya dia hijrah akibat direfresif oleh penguasa zalim, dan menyusun shaff (barisan) perang (qital) - dengan 70 kali peperangan, hingga akhirnya berhasil menaklukkan Makkah (futuh Makkah), dan memproklamirkan diri sebagai khalifah dengan Madinah sebagai pusat Darussalam.

Saatnya kembali meluruskan visi dan misi dakwah dengan belajar dari sunnatullah penciptaan manusia; cara Allah mencipta manusia. Silakan saudara mengukur haq batil dari suatu manhaj atau gerakan dengan timbangan yang haq pula, bukan mengukurnya dengan praduga dan hayalan subjektif (zhanniy dan amaniy) Anda, apalagi atas ukuran perasaan (like atau dislike)

---------------------------------


Tidak ada komentar:

Posting Komentar